Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 16 Agustus 2012

Banyak Keris Indonesia "Lari" ke Luar Negeri


Sekretariat Nasional Keris Indonesia  mencatat keris-keris pusaka warisan kerajaan di berbagai daerah di Indonesia banyak yang "lari" ke luar negeri akibat pemiliknya tergoda dengan harga tinggi.

"Sebenarnya hingga saat ini masih banyak keris-keris pusaka peninggalan kerajaan dan menjadi buruan para kolektor yang nantinya kembali dijual ke luar negeri," kata Humas Sekretariat Nasional Keris Indonesia  (SNKI) J Andri di Denpasar, Kamis (28/6/2012).

Ia mengatakan hal itu di sela-sela kegiatan sarasehan yang mengusung tema "Penguatan Keris sebagai Representasi Pusaka dan Peradaban Bangsa" yang digelar dalam kaitan menyambut Hari Tumpek Landep, ritual khusus yang ditujukan untuk keris dan benda-benda tajam yang terbuat dari bahan besi.

Ia mengatakan, di berbagai daerah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera masih banyak memiliki warisan keris pusaka zaman kerajaan.

"Keris-keris tersebut kini menjadi sasaran empuk para pemburu keris untuk selanjutnya diperdagangkan kembali ke luar negeri," ujar J Andri yang mengaku memiliki 400 koleksi keris.

Jika keris-keris pusaka warisan zaman kerajan di Tanah Air itu sampai habis dijual ke luar negeri, maka generasi mendatang tidak akan mengetahui betapa Indonesia pernah kaya dengan beraneka ragam keris yang pernah dimiliki.

"Keris Indonesia, khususnya dari kerajaan-kerajaan di Kalimantan dan Sumatera kini menjadi koleksi museum di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam," tutur J. Andri.

Oleh sebab itu perlu kesadaran dari para pewaris keris pusaka bekas kerajaan di Tanah Air untuk tetap melestarikan. Selain itu pemerintah kabupaten/kota, khususnya museum untuk mengoleksinya, jangan sampai warisan yang bernilai sejarah itu "lari" ke luar negeri.

Hal itu penting karena keris pusaka merupakan salah satu warisan seni budaya yang diharapkan tetap eksis di tengah kemajuan dan perkembangan sebagai cermin peradaban bangsa Indonesia, ujar J. Andri.

Gigi anjing menjadi ornamen hiasan tas tangan tertua di dunia.

 Kutang kuno berasal dari masa 600 tahun lalu.

Penemuan baru mengubah pemahaman tentang sejarah pakaian dalam. Arkeolog dari University of Insbruck menemukan sisa-sisa kutang dari masa 600 tahun lalu, menunjukkan bahwa jenis pakaian dalam tersebut eksis lebih awal dari dugaan.
Kutang tersebut ditemukan di sebuah kastil di Austria, merupakan peninggalan dari abad pertengahan. Kutang terbuat dari bahan linen.
Sebenarnya, kutang sudah ditemukan pada tahun 2008. Namun, informasi baru menyebar ke publik setelah penemunya, Beatrix Nutz, mengungkap temuannya kepada BBC History Magazine.
Ilmuwan dan pakar fashion terkejut dengan penemuan ini. Sebelumnya, dipercaya bahwa pakaian dalam yang berkembang lebih dulu adalah korset.
Kutang baru berkembang sekitar 100 tahun lalu ketika perempuan mulai mengabaikan korset yang ketat.
Dengan temuan ini, maka diketahui bahwa kutang juga berkembang sejak lama.
"Kami tak memercayai penemuan ini sendiri. Dari yang kami tahu, tak ada pabrik garmen memproduksi kutang pada abad ke-15," kata Beatrix Mutz dari University of Insbruck, penemu kutang tersebut, seperti dikutip AP, Kamis (9/7/2012).
Riset menunjukkan, kutang yang ditemukan tak cuma fungsional. Hiasan serupa dengan kutang modern seperti renda dan ornamen lainnya juga didapatkan.
Selain itu, kutang ini juga dilengkapi cup. Tali kutang, meskipun sudah hancur, tanda keberadaannya dapat dikenali.
Hillary Davidson, kurator fashion dari Museum London, mengatakan bahwa kutang ini adalah missing link dalam perkembangan pakaian dalam perempuan.
Kutang sendiri dipercaya baru berkembang pada awal abad ke-19 dan dibuat kali pertama oleh Mary Phelps Jacob, sosialite asal New York, yang tak puas dengan korset.

Selain kutang, di Lemberg Castle di Tyrol, peneliti juga menemukan sepasang panties. Namun menurut Nutz, panties tersebut diduga merupakan pakaian laki-laki.
Celana dalam diduga merupakan simbol dominasi dan kekuasaan laki-laki pada masa itu.

Tas Tangan Tertua di Dunia Berhias Gigi Anjing

 Gigi anjing menjadi ornamen hiasan tas tangan tertua di dunia.
Arkeolog menemukan tas tangan tertua di dunia lewat penggalian di sebuah kawasan pemakaman dekat kota Leipzig, Jerman. Penutup tas gaya dari Zaman Batu tersebut berhiaskan gigi anjing yang berasal dari masa 2.500-2.200 Sebelum Masehi.

Temuan tas ini sangat spesial. "Inilah pertama kalinya kita bisa menunjukkan bukti langsung adanya tas seperti ini," kata Susanne Friederich dari Sachsen-Anhalt State Archaeology and Preservation Office seperti dikutip National Geographic, Rabu (27/6/2012).

Frederich sebenarnya tidak secara langsung menemukan tas. Kulit atau kain yang menjadi bagian tas itu telah lenyap setelah ribuan tahun. Sisa-sisa yang ia temukan adalah gigi anjing yang tersusun rapi. Frederich menduga bahwa gigi tersebut menjadi ornamen penghias bagian tutup tas.

Gigi anjing penghias tas tangan tersebut ditemukan di wilayah seluas 100 hektar, yang pada tahun 2015 akan dibuka menjadi kawasan pertambangan. Di tempat itu telah ditemukan lebih dari 300 pemakaman, ratusan alat batu, anak tombak, gerabah, kancing batu, dan kalung amber. Ada pula perhiasan emas seberat 0,5 kg dari masa 50 SM.

Gigi anjing dan gigi hewan lain seperti serigala tampaknya menjadi ornamen idola saat itu. Bahan-bahan itu membuat tas menjadi lebih fashionable pada masanya. Selain gigi, cangkang mollusca juga menjadi salah satu ornamen penting. Bukti nyatanya adalah adanya selimut berhiaskan cangkang itu.

Baik tas maupun selimut dan perhiasan diduga menjadi penghias mayat yang akan dikuburkan. Ini terbukti dari penemuan di lokasi dekat pemakaman. Orang yang dikubur di pemakaman tersebut sepertinya orang yang spesial sebab tak semua orang dari Zaman Batu dikubur dekat perhiasan lengkap.

Di Balik Elok Danau Toba


Toba ibarat Indonesia kecil. Dia menampilkan ironi tentang pemandangan yang elok, sumber air dan kehidupan, namun sekaligus menyimpan riwayat—dan ancaman—mematikan.
Danau Toba, yang sejatinya merupakan kaldera gunung api raksasa pernah meletus hebat sehingga mengubah iklim dunia dan nyaris menamatkan umat manusia. Jauh di balik permai Danau Toba yang menghampar di Sumatera Utara, sebuah daya rusak yang mahadahsyat tersembunyi di dalamnya.
Sekitar 74.000 tahun lampau, Gunung Toba meletus hebat (supereruption), mengirim awan panas raksasa yang menutup nyaris seluruh ujung timur hingga barat Pulau Sumatera. Jutaan kubik abu dimuntahkan, menutupi Lautan Hindia hingga Laut Arab dan sebagian Samudera Pasifik. Aerosol asam sulfat yang dilepaskan kemudian menyebar luas ke atmosfir dan menutupi bumi hingga mencipta kegelapan total selama enam tahun.
Suhu bumi mendingin hingga 5 derajat Celsius. Musim dingin global tercipta dari letusan gunung api (volcanic winter). Fotosintesis terhenti. Tumbuhan sekarat, hewan buruan menipis. Homo sapiens, nenek moyang manusia modern, berada di titik nadir, hanya bertahan sekitar 3.000 jiwa. Migrasi manusia pun terhenti dan mereka terisolasi di Afrika, seperti yang terekam dalam kemiripan genetika manusia modern di seluruh penjuru dunia.
Periode ini dikenal sebagai kemacetan populasi manusia modern atau population bottlenecks. Berada di level tertinggi letusan gunung api, yaitu skala 8 volcanic eruption index (VEI), Toba adalah gunung api super (supervolcano), yang letusannya menjadi yang terkuat dalam dua juta tahun terakhir.
Walaupun letusan gunung api, kini, bukan sepenuhnya kejutan geologis dan penelitian tentang hal ini telah berkembang jauh. Namun, beberapa pertanyaan dasar tentang supervolcano, seperti Toba, tetap sulit dijawab, karena sedikitnya pengetahuan kita tentangnya.
Karena itu, Toba yang terbentuk dari kombinasi proses vulkano-tektonik sesungguhnya merupakan gudang ilmu geologi dan vulkanologi sekaligus, yang menantang untuk ditelisik lebih jauh. Toba juga menyedot perhatian para ahli iklim dunia, karena dampak letusannya yang pernah mendinginkan suhu bumi. Selain juga menarik para antropolog, arkeolog, dan ahli genetika terkait dampaknya terhadap perkembangan dan migrasi manusia modern.

Toba, Paduan Vulkano-Tektonik


Di balik permai Danau Toba yang menghampar di Sumatera Utara, sebuah daya rusak yang mahadahsyat tersembunyi di dalamnya. Sekitar 74.000 tahun lampau, Gunung Toba meletus hebat dan nyaris menamatkan umat manusia.

Kedahsyatan letusan gunung api raksasa (supervolcano) Toba itu bersumber dari gejolak bawah bumi yang hiperaktif. Lempeng lautan Indo-Australia yang mengandung lapisan sedimen menunjam di bawah lempeng benua Eurasia, tempat duduknya Pulau Sumatera, dengan kecepatan 7 sentimeter per tahun.

Gesekan dua lempeng di kedalaman sekitar 150 kilometer di bawah bumi itu menciptakan panas yang melelehkan bebatuan, lalu naik ke atas sebagai magma. Semakin banyak sedimen yang masuk ke dalam, semakin banyak sumber magmanya.

Kantong magma Toba yang meraksasa disuplai oleh banyaknya lelehan sedimen lempeng benua yang hiperaktif. Kolaborasi tiga peneliti dari German Center for Geosciences (GFZ) dengan Danny Hilman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Fauzi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 2010 menyimpulkan bahwa di bawah Kaldera Toba terdapat dua dapur magma yang terpisah.

Dapur magma ini diperkirakan memiliki volume sedikitnya 34.000 kilometer kubik yang mengonfirmasi banyaknya magma yang pernah dikeluarkan gunung ini sebelumnya.

Vulkano-tektonik

Tak hanya dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dari dapur magma, Danau Toba (baca: Kaldera Toba) ternyata juga sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang mengimpitnya sehingga kalangan geolog menyebutnya sebagai vulkano-tektonik.

Tumbukan lempeng bumi yang sangat kuat dari lempeng Indo-Australia telah memicu terbentuknya sesar geser besar yang disebut sebagai Zona Sesar Besar Sumatera (Sumatera Fault Zone/SFZ). Sesar ini memanjang hingga 1.700 kilometer dari Teluk Lampung hingga Aceh. Hampir semua gunung berapi di Sumatera berdiri di atas sesar raksasa ini.

Uniknya, Kaldera Toba tidak berada persis di atas sesar ini. Dia menyimpang beberapa kilometer ke sebelah timur laut sesar Sumatera. ”Di antara Sungai Barumun dan Sungai Wampu, Pegunungan Barisan (yang berdiri di atas sesar) tiba-tiba melebar dan terjadi pengangkatan dari bawah yang membentuk dataran tinggi; panjangnya 275 km dan lebar 150 km yang disebut Batak Tumor,” papar Van Bemmelen, geolog Belanda yang pada 1939 untuk pertama kali mengemukakan bahwa Toba adalah gunung api.

Pengangkatan Batak Tumor ini, disebut Bemmelen, menjadi fase awal pembentukan Gunung Toba. Saat pembubungan terjadi, sebagian magma keluar melalui retakan awal membentuk tubuh gunung. Jejak awal tubuh gunung ini masih terlihat di sekitar Haranggaol, Tongging, dan Silalahi. Sementara sebagian besar lainnya telah musnah saat terjadinya letusan Toba terbaru sekitar 74.000 tahun lalu (Youngest Toba Tuff/YTT).

Danau Toba jelas terpengaruh oleh gaya sesar ini. Bentuk Danau Toba yang memanjang, bukan bulat sebagaimana lazimnya kaldera, menunjukkan dia terpengaruh dengan gaya sesar geser yang berimpit di kawasan ini. Sisi terpanjang danau, yang mencapai 90 km, sejajar dengan Zona Sesar Sumatera, yang merupakan salah satu patahan teraktif di dunia selain Patahan San Andreas di Amerika. Aktivitas gunung berapi di Sumatera, termasuk Toba, dikontrol oleh patahan ini.
Danau Toba terlihat dari Pulau Samosir, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Sabtu (23/7/2011). Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia. Danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, dengan panjang danau 87 kilometer dan lebar 27 kilometer, terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa (supervolcano) yang terjadi sekitar 75 ribu tahun lalu.

Tanah putih nan rapuh tersusun berlapis hingga dua meter. Beberapa lembar daun tercetak di dalamnya. Berserak di pinggir jalan Simbolon-Pangururan di Pulau Samosir, lapisan  itu sesungguhnya endapan ganggang dan fosil dedaunan yang berumur puluhan ribu tahun. Fosil yang menjadi bukti penting denyut magma di bawah Danau Toba.
Bagi warga sekitar, fosil daun dan ganggang yang berada 38 meter dari permukaan air danau itu hanyalah gundukan, yang sering dikira sebagai batuan kapur biasa. "Saya tidak pernah tahu kalau itu fosil ganggang," kata Astri Sinurat (25), warga Pangururan.
Namun, bagi para ahli geologi lapisan tanah itu adalah subyek amatan sangat penting untuk memahami dinamika gunung api raksasa (supervolcano) yang bersemayam di bawah Danau Toba (baca:Kaldera Toba). Tak hanya di Simbolon-Pangururan, fosil ganggang juga ditemui nyaris di seluruh lapisan tanah di Samosir.
"Fosil ganggang menguatkan bukti-bukti tentang pengangkatan Pulau Samosir dari dasar danau," kata Indyo Pratomo, geolog dari Museum Geologi Indonesia, yang menyingkap lapisan ganggang dan fosil itu, Juli 2011.
Keberadaan fosil ini ibarat jejak yang dipahatkan alam di masa silam bahwa permukaan tanah di Pulau Samosir itu dulunya pernah terendam air, karena ganggang hanya bisa hidup di dalam air. Selama puluhan ribu tahun, dasar danau yang berkedalaman hingga 500 meter itu perlahan naik hingga membentuk Pulau Samosir di atas Pulau Sumatera.
Pengangkatan itu, menurut Indyo, terjadi pascaletusan terakhir Gunung Toba (Youngest Toba Tuff/YTT) sekitar 74.000 tahun lalu. Sebelum itu Toba juga pernah meletus sekitar 501.000 tahun lalu (Middle Toba Tuff, MTT) dan sekitar 840.000 tahun lalu (Oldest Toba Tuff, OTT). CA Chesner, geolog dari Eastern Illinois University dan WI Rose, geolog dari Michigan Technology University pada 1991, yang meneliti usia rempah vulkanik di sekitar Toba melalui radioaktif Argon-argon (40Ar/39Ar) menemukan, material bebatuan Samosir berusia sekitar 74.000 tahun lalu, atau seusia letusan YTT.
Setelah meletus hebat, Kaldera Toba tertutup bebatuan beku. Air kemudian mengisi kaldera hingga membentuk danau. Ganggang mulai hidup di dalam danau itu. Di tepiannya, semak dan pepohonan tumbuh menghijau. Beberapa daunnya luruh dan terendapkan di antara lebatnya ganggang di dalam air.
Sebagaimana kehidupan baru yang mulai tumbuh di dalam danau, magma nun jauh di bawah bumi terus menggeliat, mencari jalan keluar ke permukaan bumi. Dapur magma yang sebelumnya terkuras saat letusan YTT, kembali terisi. Magma itu kemudian mendesak bebatuan penyumbatnya ke atas.
Perlahan, sebagian dasar kaldera itu pun terangkat naik mengikuti gaya dorong magma di bawahnya. Dasar danau di bagian tengah yang semula terendam mulai muncul ke permukaan mencipta daratan baru. Ganggang dan dedaunan yang terendapkan di dasar danau juga turut terangkat naik. "Butuh penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah proses pengangkatan itu masih terjadi sampai sekarang. Sejauh ini belum ada yang menelitinya," kata Indyo.
Sedemikian kuatkah dorongan magma Toba sehingga mampu mengangkat dasar danau sedalam ratusan meter hingga membentuk pulau?
CA Chesner, geolog dari Eastern Illiois University, menyebutkan, saat meletus pada 74.000 tahun lalu, Toba melontarkan 2.800 kilometer kubik magma, Inilah letusan berskala 8 dalam Volcano Explosivity Index (VEI), terkuat dalam 2 juta tahun terakhir.
Luncuran awan panas letusan YTT mencapai area seluas 20.000 km2. Awan panas itu menimbun nyaris seluruh daratan Sumatera mulai dari Samudera Hindia di sebelah barat hingga Selat Malaka di sebelah timur dengan ketebalan material rata-rata 100 m dan di beberapa area mencapai 400 meter.
Jejak letusan
Indyo menghadirkan narasi tentang letusan raksasa Toba itu, melalui jejak bebatuan yang berserak di sekitar Danau Toba. Salah satunya melalui bebatuan di pinggir jalan Kabanjahe-Doloksanggul, sekitar 30 km dari tepi Danau Toba.
Sekalipun bagi mata awam, tebing yang terkelupas karena penambangan itu barangkali hanyalah tanah biasa, namun di mata Indyo, itu adalah bukti-bukti nyata pernah terjadinya letusan raksasa.
Bersama Indyo pada pertengahan Juli 2011 itu, kami menyusuri jejak perjalanan geolog Belanda, Van Bemmelen (1939) yang untuk pertama kali menemukan limpahan material vulkanik yang menutupi seluruh kawasan sekitar Danau Toba. Bemmelen adalah orang yang pertama kali menyimpulkan bahwa danau ini terbentuk dari letusan gunung api.
"Tinggi tebing yang tersusun dari batu apung di kawasan ini bisa mencapai lebih dari 50 meter. Tak adanya pelapisan, menunjukkan material ini dilontarkan seketika saat letusan. Padahal ini belum dasarnya," Indyo menggambarkan kedahsyatan letusan itu.
Letusan itu membentuk awan panas, lalu runtuh dan menimbun kawasan sekitarnya. Kedalaman timbunan awan panas di sekitar Danau Toba, diperkirakan mencapai lebih dari 100 meter. Kombinasi kegiatan volkano-tektonik di kawasan Toba, menurut Indyo, juga memicu terjadinya runtuhan dan pengangkatan lapisan bumi, yang mengakibatkan tersingkapnya batuan dasar dari periode permo-karbon, yaitu sekitar 300 juta tahun yang lalu.
"Kami menyebut bebatuan itu formasi bahorok, karena batu yang sama ditemukan di kawasan Bahorok. Asalnya sebenarnya dari Gondwana, benua raksasa di masa lalu yang berada di belahan bumi selatan," kata Indyo.
Benua raksasa ini terpecah dan mengapung saat mencairnya zaman es dan terbawa hingga ke Sumatera. Batuan itu berwarna hitam, berbentuk pipih, dan berlapis-lapis, dengan noda-noda berwarna kuning. "Batuan ini juga sering disebut sebagai batu sabak yang dipakai untuk buku tulis di masa lalu. Bentuknya pipih dan warnanya hitam. Batu sejenis bisa ditemukan di sekitar Pegunungan Himalaya," kata Indyo.
Letusan Toba, menurut Indyo, sangat kuat dan unik. "Di gunung-gunung lain tak pernah dilihat batuan dasar yang terbongkar akibat letusan. Bahkan letusan Gunung Tambora, yang terkuat di dunia modern, tak pernah ditemukan batuan dasarnya," katanya.
Supervolcano Toba memang gunung super, yang letusannya berdampak global, bahkan dipercaya telah mengubah perjalanan manusia modern (Homo sapiens).  Saat Toba meletus, spesies homo sapiens yang menjadi nenek moyang manusia modern nyaris punah. Migrasi terhenti dan mereka terisolasi di suatu tempat di Afrika, seperti yang terekam dalam kemiripan genetika manusia modern di seluruh penjuru dunia.
Inilah periode population bottlenecks yang mengundang tanda tanya para ahli selama puluhan tahun, yang belakangan sering dihubungkan dengan letusan Gunung Toba. Dengan riwayat yang sedemikian hebat ini, sebagian besar masyarakat di nusantara mengenal Danau Toba lebih karena keindahannya semata dan kekayaan budaya masyarakat yang mendiaminya.
Para pemangku kepentingan, pemandu wisata, para turis asing, bahkan warga yang bertahun-tahun mendiami Kaldera Toba kebanyakan tak paham bahwa di balik keindahan Toba terdapat sejarah mahapenting tentang letusan Supervolcano Toba, yang letusannya telah mengubah dunia.
Kebanyakan warga Samosir tidak mengetahui bahwa daratan yang mereka diami dulunya merupakan dasar danau yang terbentuk dari proses vulkano-tektonik sangat dahsyat. Ifi D Sitanggang (25), warga Samosir, mengatakan, kebanyakan warga memahami Pulau Samosir maupun Danau Toba dari mitos dan dongeng yang dikisahkan orang tua.
Nurlela (40) juga tinggal berpuluh tahun dan hidup dari Kaldera Toba. Perempuan asli Tomok ini sehari-hari berdagang ikan pora-pora, ikan kecil yang banyak terdapat di danau ini. Sedangkan, suaminya bertani. Bagi  Nurlela, air  Danau Toba, batuan, dan tanah Samosir sebatas tempat mencari penghidupan.
Tak pernah terlintas dalam benak Nurlela betapa dahulu di tempatnya hidup itu pernah berdiri gunung yang letusannya mengubah dunia.

Hidup Bermula di Sianjur Mulamula

Warga membongkar ikan pora-pora hasil tangkapan di Danau Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Sabtu (23/7/2011). Sebagian warga menjadi nelayan di Danau Toba menangkap ikan pora-pora. Selain itu juga ada budidaya keramba ikan. 

Di lembah nan permai yang diapit Gunung Pusuk Buhit dan tebing Kaldera Toba, terletaklah Sianjur Mulamula. Air berlimpah menyuburkan hamparan sawah. Sedangkan Danau Toba, yang hanya berjarak 4,5 kilometer, menjanjikan pasokan ikan berlimpah. Di desa inilah diyakini orang Batak pertama diturunkan.
Kehidupan, awalnya hanya di dunia atas. Begitulah kepercayaan sebagian masyarakat Batak. Di sana, tinggal Ompu Debata Mulajadi na Bolon, beserta tiga dewa lain ciptaannya, yaitu Batara Guru, Soripada, dan Mangalabulan bersama keturunan mereka.
Hingga tiba saatnya anak perempuan Batara Guru, Deakparujar, berumah tangga. Dia ditunangkan dengan Raja Odapodap, putra dari Mangalabulan.
Namun, Deakparujar tidak menyukai tunangannya yang buruk rupa. Dia mengulur waktu dengan berjanji menikah setelah selesai menenun tujuh gumpalan benang kapas. Debata Mulajadi yang mengetahui siasat Deakparujar melempar benang itu sehingga jatuh dari kayangan. Ingin menyelamatkan tenunannya, Deakparujar meniti benang itu sehingga terayun-ayun di antara lautan tak berbatas dan dunia kayangan.
Deakparujar yang enggan kembali ke kayangan lalu meminta Mulajadi memberikannya tanah sebagai tempat berpijak. Permintaan itu dikabulkan. Dengan segenggam tanah tersebut, Deakparujar membentuk daratan di tengah-tengah lautan. Makin lama, bumi ciptaannya pun membesar.
Debata lalu mengirim Naga Padoha untuk membawa Deakparujar ke dunia atas. Utusan Debata itu mencabik-cabik bumi ciptaan Deakparujar. Namun, Deakparujar berhasil mengalahkan Naga Padoha. Bongkahan tanah yang tercabik-cabik Naga Padoha menjelma menjadi pulau-pulau.
Deakparujar memutuskan tinggal di bumi ciptaannya itu. Sebagai hadiah, sang ayah, Batara Guru, mengirimkan sebuah kotak yang begitu dibuka, keluarlah berbagai makhluk dan tanaman memenuhi bumi baru. Deakparujar menyebut kampung barunya itu Sianjur Mulamula.
Tidak disangka-sangka, Debata mengirim Raja Odapodap ke dunia baru itu. Akhirnya, Deakparujar pasrah menerima takdirnya dan menikah dengan Raja Odopodap. Dari perkawinan itu lahir anak kembar laki dan perempuan yang dinamai Sibursok dan Sitatap sebagai manusia mula-mula. Dari anak kembar itu diturunkan raja-raja Batak, Raja Uti, Simarimbulubosi, Raja Sisingamangaraja, dan Raja Nasiakbagi yang menjadi perpanjangan tangan Debata di dunia.
Konon, Deakparujar mengundang penghuni kayangan ke Sianjur Mulamula untuk menghadiri upacara pemberian nama anak-anak mereka. Para penghuni dunia atas itu datang melalui puncak Pusuk Buhit menuju ke Sianjur Mulamula di lereng gunung itu.
Gunung mitologis
Aliman Tua Limbong, warga Desa Aek Sipitu Dai, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, masih menghayati mitos penciptaan itu dan memandang sakral Gunung Pusuk Buhit. Gendang dan sejumlah alat musik upacara yang mengisi ruangan di rumah panggungnya menjadi jejak keyakinan Aliman Tua.
Alat-alat musik itu biasa dimainkannya saat ritual, termasuk gondang mandudu yang khusus dimainkan sebagai persembahan bagi Debata Mulajadi na Bolon. Dalam ritual mandudu, warga Batak yang menghayati tradisi itu mempersembahkan kerbau.
”Kami langsung memberi persembahan kepada Yang Maha Kuasa berupa kerbau bertanda khusus seperti berpusaran lengkap, (empat pusaran). Orang Batak sebut Sang Maha Kuasa itu Mulajadi na Bolon, Dia yang Maha Awal dan tiada akhirnya, Maha Besar,” kata Aliman Tua menggambarkan upacara itu.
Saat mandudu berlangsung ujung rokok tak boleh menyala, telepon seluler tidak berbunyi, kendaraan berhenti lalu lalang, dan bisik-bisik berbicara pun dilarang. Hanya suara gendang mengambang di udara tanpa henti, menjadi perantara dalam menyalurkan isi hati.
Mitos penciptaan itu pula yang mengilhami kalangan parmalim. Pada suatu siang di bulan Juli 2011 lalu, sekitar 1.500 perempuan berulos dan pria bertutup kepala putih duduk melingkar memenuhi halaman Bale Pasogit Partonggoan di Desa Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Mereka tengah merayakan Sipaha Lima dengan mempersembahkan sesaji besar sebagai ungkapan syukur atas rezeki dari Debata Mulajadi na Bolon kepada pengikutnya sepanjang tahun.
Tidak hanya bagi masyarakat tradisional Batak, bagi para vulkanolog, Pusuk Buhit juga gunung api aktif istimewa. Kubah vulkanik yang berada dalam sistem Kaldera Toba itu terbentuk pascaletusan terakhir Gunung Toba, sekitar 74.000 tahun lalu

Ancaman Toba yang Jauh dari Ingatan


Letusan gunung api Toba, sekitar 74.000 tahun lalu, bagi masyarakat di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara, lebih merupakan kisah masa lalu yang dibawa secara tiba-tiba ke hadapan mereka dalam bentuk teori letusan. Terasa asing, karena bagi mereka, Danau Toba lebih merupakan berkah alam yang harus dijaga kelestariannya, bukan ditakuti.
Tiadanya aktivitas Gunung Toba, setelah letusan terakhir puluhan ribu tahun lalu, menjadikan wilayah ini relatif aman dihuni. Masyarakat umumnya tidak khawatir akan tertimpa bencana meskipun hidup di atas sumbu Bumi yang pernah meledak hebat.
Kendati tetangganya, Gunung Sinabung, pernah meletus pada tahun 2010, tetapi kondisi ini tidak mengubah persepsi masyarakat di Toba. Tradisi dan upacara pemujaan yang dilakukan pun, umumnya lebih menggambarkan doa-doa memohon keselamatan dari bencana gagal panen, banjir, longsor, atau penyakit, tetapi tidak secara khusus mengaitkannya dengan bahaya aktivitas gunung api.
Bagi mereka, khususnya warga di Pulau Samosir dan sekitarnya, apa yang dalam kajian geologi disebut sebagai Gunung Toba, sekarang adalah tempat berpijak yang nyaman. ”Bagi kami, Toba adalah surga,” kata Bernath Nainggolan (40), warga Samosir.
Gunung api aktif terdekat yang mereka kenal adalah Pusuk Buhit di dekat Pangururan, ibu kota Kabupaten Samosir, yang belum pernah mengirim petaka kepada masyarakat. Hubungan masyarakat sekitar dengan Gunung Pusuk Buhit merupakan hubungan mitologis bernuansa sejarah. Gunung Pusuk Buhit dipercaya masyarakat sekitar Danau Toba sebagai gunung sakral, yang mampu memberikan perlindungan dan berkah bagi mereka yang mengunjungi dan melantunkan doa di sana.
Namun, sebagai daerah yang berada di zona sesar gempa, sebetulnya daerah sekitar Gunung Pusuk Buhit dan Danau Toba cukup berbahaya. Menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Samosir, wilayah paling rawan gempa terdapat di Kecamatan Harian dan Sitio-Tio.
Di Kecamatan Harian, luas cakupan rawan gempa meliputi wilayah seluas 1.771 hektar, sedangkan di Kecamatan Sitio-Tio seluas 1.600 hektar. Meskipun dinyatakan berbahaya, sejauh ini persiapan masyarakat dalam menghadapi bencana gempa nyaris tidak terlihat.
Tidak siap
Kesiapan pemerintah daerah dalam mengatasi bencana, baik letusan gunung api, gempa tektonik, maupun bencana lainnya, menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara Ahmad Hidayat, belum didukung perangkat memadai, termasuk payung hukum berupa peraturan daerah.
Bahkan, di Gunung Sinabung, diakui Hidayat, baru ada seismograf untuk mengukur aktivitas gunung berapi, tetapi belum tersedia peralatan yang memadai untuk peringatan dini, seperti sirene, atau sejenisnya.
”Kekurangan dana, menjadikan BPBD saat ini hanya berfungsi sebagai koordinator saja ketika terjadi bencana, belum menjadi badan yang bertindak langsung ketika terjadi bencana,” ungkap Ahmad.
Keterbatasan peralatan, membuat upaya pencatatan data melalui alat seismograf untuk Gunung Sibayak tidak bisa dilakukan sendiri, masih menjadi satu dengan pemantauan untuk Gunung Sinabung. Sementara untuk wilayah Danau Toba, pemantauan dilakukan oleh Stasiun Geofisika di Parapat.
Meskipun belum memiliki payung hukum berupa peraturan daerah tentang bencana alam, sejauh ini, BPBD Sumatera Utara sudah merumuskan prosedur operasi standar (SOP) jika terjadi bencana, seperti letusan gunung, atau gempa. Namun, sosialisasinya baru sebatas kepada kalangan aparat pemerintahan daerah.
”Untuk sosialisasi tentang cara-cara penanganan bencana dan evakuasi, sejauh ini belum sampai ke masyarakat langsung, kecuali di Tarutung, Juni 2011 lalu,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Sumatera Utara Anasuddin Panjaitan.
Di wilayah Danau Toba, menurut Kepala BLH Kabupaten Samosir Darwin Harianja, sudah disiapkan sejumlah peralatan jika sewaktu-waktu terjadi bencana.

Bangkitnya Ritual Orang Gunung

Dukun perempuan mengalami kesurupan saat memimpin jalannya ritual Sarilala atau tolak bala di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, kaki Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Jumat (22/7/2011). Ritual ini jarang dilakukan warga setempat. Sebelumnya pernah dilakukan saat Gunung Sinabung meletus Agustus 2010, dan kali ini kembali dilakukan sebagai harapan agar gunung tidak meletus lagi.
Tambah Tarigan (70) duduk takzim dengan lutut ditekuk. Sirih dan tembakau tersaji di depannya. Kedua tangan keriputnya menyatu di depan dada. Suasana hening. Tiba-tiba tubuhnya bergetar. Hanya sesaat, lalu kembali diam.
Orang-orang di dalam rumah panggung kayu itu tegang menantikan adegan berikutnya. ”Nggo reh nini, kai penungkunen kena (Nenek sudah datang. Kalian mau tanya apa)?” suara Tambah memecah keheningan.
Tiga pemuda desa yang duduk mengitari Tambah lalu bertanya. ”Apakah Sinabung akan meletus lagi?” ujar Sabirin Manurung, pemuda yang biasa menjadi pemandu pendakian.
Mata Tambah terpejam. Suara gemeresak seperti radio rusak keluar dari tenggorokan, sementara bibirnya terkatup. Setelah suara gemeresak berhenti, Tambah berujar, ”Kata ’mereka’, Sinabung tidak akan meletus lagi. Aman.” ”Mereka” yang dimaksud adalah roh-roh leluhur di Sinabung.
”Kenapa tahun lalu Sinabung meletus?” ujar Sabirin lagi. Suara gemeresik kembali terdengar dari tenggorokan Tambah. ”’Mereka’ marah. Warga menambang batu dan melukai ’mereka’. Warga sudah meninggalkan ’mereka’ dan tidak mau mengadakan upacara lagi,” ujar Tambah.
Bagi Tambah, Sinabung bukan hanya batuan. Ia sosok hidup, bisa terluka dan marah. Asap putih yang mengepul dari puncak Sinabung ibarat embusan napas roh-roh gunung.
Roh yang semula tertidur tenang itu bangkit sejak setahun lalu. Sinabung, yang tak pernah tercatat aktif, tiba-tiba meletus pada 29 Agustus 2010. Letusan gunung juga memicu kembalinya kepercayaan tradisional.
Kembali marak
Hanya beberapa hari setelah letusan, para guru si baso disibukkan berbagai upacara. Tambah, misalnya, diminta turut memimpin ritual pemberian sesaji berupa rokok, bunga, dan hasil bumi di dekat Danau Lau Kawar, yang berada persis di kaki Sinabung.
Ritual juga diadakan di Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, dan di Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Naman Teran. Seekor kambing putih dan lembu dilepaskan di kaki gunung sebagai persembahan.
Ritual hampir dilakukan sepanjang tahun. Warga biasanya segera mengadakan ritual jika merasa menemukan keganjilan. Seperti yang terjadi di Desa Guru Kinayan, pertengahan Juli 2011.
Beberapa warga mengaku melihat sarilala, semacam bola api, melintasi desa mereka. Khawatir terjadi musibah, terutama karena gunung meletus, warga menaruh sesaji di tempat keramat, seperti sumber air, pohon besar, dan makam kuno.
Guru si baso didaulat menjadi medium untuk meminta kepada roh leluhur. Puluhan warga lalu berduyun-duyun menuju jambur, tempat mereka menari-nari diiringi gendang. Aparat desa pun turut serta dalam ritual tersebut.
Salah seorang warga, Harapan Sembiring (60), turut dalam upacara itu karena berharap desanya tak terkena petaka. Ritual itu juga membawa manfaat lain. Upacara yang dipersiapkan dengan gotong-royong telah membangkitkan kebersamaan. ”Orang-orang tua juga berpesan dalam upacara tadi supaya warga akur, saling tolong, dan berbuat baik,” ujarnya.
Sebelum letusan Sinabung, ritual tradisional sulit ditemui. Rita Smith Kipp, antropolog dari Kenyon College, dalam bukunya, Dissociated Identities Ethnicity, Religion, and Class in an Indonesian Society, 1993, menulis, ritual skala besar mulai jarang dijumpai di Karo sejak 1970-an. Redupnya ritual ini, menurut Rita, tak lepas dari kian banyaknya orang Karo yang memeluk agama formal.
Memudar bukan berarti hilang. Antropolog dari Universitas Sumatera Utara, Sri Alem Sembiring, sejak lama mengamati peran guru si baso sebagai penjaga tradisi. ”Masyarakat memang jarang mengadakan upacara, tetapi kelompok tabib dan guru rutin melakukan ritual di tempat keramat,” ujarnya.
Namun, Sri Alem menangkap perbedaan ritual yang dilakukan sebelum dan sesudah letusan. Sebelum letusan, ritual tidak khusus ditujukan atau terkait gunung. Alasannya, selama ratusan tahun Sinabung tidak pernah meletus sehingga masyarakat tidak lagi memiliki memori yang menakutkan terhadap gunung.
Ketika Sinabung meletus, berbagai ritual yang dasarnya pemberian sesaji alias ercibal untuk tolak bala itu difokuskan ke Sinabung.
Ritual-ritual ini dipimpin guru si baso yang menjadi penghubung antara warga dan roh. Guru diyakini memiliki pengetahuan tentang alam semesta yang berasal dari Yang Kuasa. Mereka juga berfungsi sebagai biak penungkunen, tempat meminta penjelasan dan sehat atas peristiwa aneh yang dialami.
Di sisi lain, warga mengalami krisis kepercayaan terhadap ilmuwan dan pemerintah, yang dianggap gagal memperingatkan soal letusan Sinabung, yang tiba-tiba terjadi. ”Masyarakat berpikir, geolog saja bisa keliru. Itu berarti ada rahasia yang tak terungkap,” ujarnya.
Warga kemudian memilih pasrah dan menyerahkan ”rahasia alam” itu kepada guru si baso. Kepasrahan dan ritual ini menjadi perlindungan dari segala kerumitan fenomena alam yang tak terjelaskan.
Itu pula yang mendorong tiga pemuda desa memilih mendengarkan gemeresik suara dari tenggorokan Tambah Tarigan ketimbang datang ke Pos Pemantauan Gunung Api Sinabung.

Memanen Listrik dari Gunung Api


Pipa-pipa raksasa berjalinan. Sebagian menghunjam dalam perut Gunung Sibayak, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Asap putih mengepul bersamaan dengan listrik yang terpompa keluar tanpa henti. Jika gunung api di Indonesia identik letusan dan bencana, Sibayak merupakan pengecualian. Gunung berketinggian 2.172 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini merupakan sedikit dari gunung api di Indonesia yang telah menjadi ladang listrik bersumber energi panas bumi.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sibayak di Desa Semangat Gunung dan Desa Doulu itu telah menghasilkan listrik berkapasitas 10 megawatt (MW) dan masih berpotensi dimaksimalkan hingga 40 MW.
Sumur panas bumi tersebut dikelola PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). ”Kami bertanggung jawab mengusahakan panas bumi hingga permukaan, sedangkan PT Dizamatra Powerindo yang membangkitkannya menjadi listrik dan menjualnya ke PLN,” kata Sapto Trianggo Nurseto, ahli geosains dari PT Pertamina Geothermal Energy AG Sibayak, saat ditemui di PLTP Sibayak.
Menurut Sapto, prinsip kerja panas bumi mirip dengan memasak air dalam ceret. Dibutuhkan kompor untuk memanaskan ceret agar air di dalamnya mendidih dan memproduksi uap. Uap itulah, dengan suhu dan tekanan tertentu, akan menembus lubang kecil penutup ceret. Dalam perumpamaan ini, kompor adalah batuan panas, lapisan air merupakan reservoir air di bawah batuan, tutup ceret adalah batuan penudung yang menjebak uap air, sedangkan lubang tutup ceret adalah sumur yang harus dibor.
Salah satu isyarat di daerah tersebut memiliki potensi panas bumi adalah keberadaan semburan uap panas (fumarol) dan sumber mata air panas. Tak semua jalur gunung api bisa dibor untuk panas bumi. ”Harus ada syarat batuan panas, reservoir air, dan batuan penudung,” kata Sapto. Dan Gunung Sibayak memiliki semua syarat itu.
Proses pembentukan
Dibelit Cincin Api Pasifik dan diimpit tumbukan tiga lempeng benua yang hiperaktif (Pasifik, Eruro-Asia, dan Indo-Australia), Indonesia memiliki 129 gunung api atau sekitar 30 persen dari total gunung api dunia. Tumbukan lempeng juga membentuk zona subduksi yang panjang, mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, sampai ke Kepulauan Maluku. Di Sumatera, fenomena itu mengakibatkan terbentuknya suatu patahan geser besar (transform fault) yang disebut Zona Patahan Besar Sumatera.
Selama ini, gunung-gunung api dan zona patahan ini lebih merupakan sumber bencana. Padahal, selain limpahan abu vulkanik yang menyuburkan tanah, gunung api dan zona patahan juga menjadi ladang bagi energi panas bumi. ”Zona patahan berpotensi bagi terbentuknya tungku pemanas alami di dalam bumi,” papar Sapto.
Indonesia memiliki potensi panas bumi 40 persen dari cadangan dunia atau mencapai 28.000 MW. Potensi ini merupakan yang terbesar di dunia. Perkiraan itu dari perhitungan setelah mengebor sekitar 244 sumur energi panas bumi dari Aceh sampai Irian Jaya. Namun, potensi itu baru dimanfaatkan sekitar 1.332 MW (4,7 persen dari potensi yang ada), yang menempatkan Indonesia di bawah Filipina (2.000 MW) dan Amerika Serikat (2.700 MW).
Padahal, jika dioptimalkan, Indonesia bisa menjadi negara superpower energi. Tak kurang dari penerima Nobel Perdamian 2007, Al Gore yang mengemukakan hal itu. ”Indonesia bisa menjadi negara superpower energi listrik panas bumi yang memberi manfaat ekonomi bagi Indonesia,” kata Al Gore, dalam pembukaan ”The Climate Project Asia Pacific Summit”, di Balai Sidang Senayan, Jakarta, awal tahun lalu.
Menanggapi pernyataan Al Gore, mantan Kepala Direktorat Vulkanologi dan Geotermal Dirjen Geologi Sumber Daya Mineral Subroto Modjo bersemangat, tetapi kemudian tertawa. ”Betul, enggak salah. Tetapi sepanjang menyangkut potensi yang kita miliki. Kalau menyangkut yang dimanfaatkan, kita jadi malu ha-ha,” katanya.
Subroto adalah salah satu orang yang bertanggung jawab atas pengembangan energi panas bumi pertama kali di Indonesia, yang aktif pada rentang 1974-1988. PLTP pertama kali diresmikan pada tahun 1983 di Kamojang dengan kapasitas terpasang 30 MW.
Indonesia termasuk telat menseriusi energi panas bumi. ”Kita baru merasa perlu mengembangkan panas bumi setelah terinspirasi Selandia Baru yang berhasil dengan panas bumi mereka,” katanya.
Dengan potensi yang ada, ungkapan Al Gore sebenarnya bukanlah isapan jempol. Namun, hingga kini, komentar itu hanya menjadi sindiran, dari kebijakan Indonesia yang lebih memilih mengeruk energi hitam batubara yang masih menjadi primadona.
Volume batubara yang dibakar pada semester I-2011 naik 12 persen dibandingkan dengan semester I-2010. Kini, bauran energi PT PLN pada semester I-2011 adalah batubara (43 persen), bahan bakar minyak (24 persen), gas (21 persen), air (7 persen), dan panas bumi hanya 5 persen.
Belakangan, energi nuklir malah kian dilirik. Ketika Jepang, negara terbaik dalam pengelolaan nuklir, ”menyerah” dengan nuklir dan mematok target agar tahun 2030 semua rumah tangga memanen energi matahari, Indonesia justru mematok target pembangkit tenaga nuklir.

Rumah adat Karo

Rumah adat Karo di Laut Tamar dekat Danau Toba tahun 1870.

Rumah panggung dari kayu itu berdiri menjulang di tengah Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Tiang kayu besar menyangga atap ijuk yang berlumut. Kayu melintang mengikat antartiang. Pasak kayu dan ikatan bambu menjamin keliatan sambungan, agar tak gampang patah saat gempa mengguncang.
Namun, semen yang mengikat tiang-tiang utama rumah dengan fondasi batu telah menafikan segalanya. Bangunan berusia sekitar 250 tahun dan dirancang tahan gempa itu telah kehilangan kekuatannya.
Hingga tiga tahun lalu, tiang-tiang rumah tradisional Karo di Lingga itu masih ditumpukan di atas umpak batu. ”Baru tiga tahun ini fondasinya disemen. Itu proyek bantuan dari pemerintah,” kata Simalem Sinulingga (54), warga Lingga.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo Dinasti Sitepu menjelaskan, proyek itu dikerjakan pada tahun 2009 dengan dana Rp 800 juta, bantuan dari Kementerian Perumahan Rakyat. ”Pengerjaan itu sepenuhnya kami serahkan kepada tukang. Saya baru tahu kalau (fondasinya) disemen semua,” kata Dinasti. Dia berjanji untuk segera mengeceknya. ”Semestinya tidak boleh disemen tiang rumah itu, harus sesuai aslinya.”
Fondasi umpak dalam rumah tradisional Karo merupakan salah satu faktor utama untuk mereduksi gaya lateral gempa, selain material kayu, teknik ikatan pasak, dan kayu melintang yang mengikat antartiang. Dengan sistem fondasi umpak, tiang rumah dapat bergeser apabila digoyang gempa. Pergeseran inilah yang memberikan sifat meredam gempa, yang dalam istilah konstruksi modern dikenal sebagai teknologi base-isolator.
Koen Meyers dan Puteri Watson dalam Legend, Ritual, and Architecture on the Ring of Fire, 2008, menyebutkan, sistem fondasi yang ditumpukan di atas batu pada rumah tradisional bersifat dinamis sehingga lebih tahan menahan gempa. Sistem fondasi umpak ini, yang juga diadopsi oleh berbagai rumah tradisional di Nusantara lainnya, seperti joglo di Yogyakarta dan omo hada di Nias, sengaja diciptakan sebagai kompromi leluhur kita untuk beradaptasi dengan bumi yang kerap dilanda gempa.
Tanah Karo, yang berada di ujung ”Tumor Batak”, merupakan daerah geologi yang ekstrem. Tumor Batak merupakan istilah geolog Belanda, Van Bemmelen, untuk menyebut adanya pembubungan daratan di Sumatera Utara. ”Terjadi pengangkatan dari bawah yang membentuk dataran tinggi, panjangnya 275 km dan lebar 150 km, yang disebut Tumor Batak,” tulis Bemmelen dalam Geology of Indonesia (1949).
Pengangkatan Tumor Batak ini, disebut Bemmelen, menjadi fase awal pembentukan Gunung Toba purba. Saat pembubungan terjadi sebagian magma keluar melalui retakan awal membentuk tubuh gunung. Berbagai penelitian lanjutan menyebutkan, kawasan di Tumor Batak juga diimpit oleh aktivitas tektonik yang hiperaktif karena berada di jalur patahan besar Sumatera. Kombinasi aktivitas tektonik dan vulkanik inilah yang memicu banyak terjadinya gempa bumi di kawasan ini.
Diabaikan
Sayangnya, pemerintah yang semestinya memelihara pengetahuan lokal membangun rumah aman gempa ini ternyata abai dengan tugasnya. Proyek bantuan yang merusak sistem tahan gempa rumah di Desa Lingga ini merupakan cermin ketidakpedulian pemerintah terhadap kearifan lokal.
Selain penyemenan fondasi, rumah-rumah tradisional Lingga lainnya hampir semuanya tak terurus, sebagian besar dibiarkan kosong, dan rusak. Dari enam rumah yang tersisa, hanya dua yang ditinggali warga, itu pun tidak terawat. ”Dulu ada puluhan rumah di sini. Semua roboh karena tak terawat, sekarang tinggal enam rumah,” kata Kepala Desa Lingga Benyamin Ginting.
Para keturunan pemilik rumah memilih tinggal di kota atau memiliki rumah baru yang terbuat dari tembok yang abai prinsip-prinsip tahan gempa. Rumah-rumah tradisional Lingga yang aman dari gempa justru disewakan.
Biasanya, penghuni atau penyewa rumah tradisional itu akan pindah begitu punya rumah baru. ”Fungsi rumah adat tak ubahnya rumah singgah bagi warga miskin yang belum punya rumah. Makanya sulit mengharapkan mereka bisa merawatnya,” tambah Benyamin.
Rumah-rumah tradisional itu pun terus berkurang, roboh satu per satu. Padahal, bersama robohnya rumah-rumah itu, hilang pula pengetahuan lokal tentang strategi adaptasi terhadap kondisi bumi yang rentan gempa bumi.

Gunung Sibayak Pemberi Kehidupan


Udara sejuk membuat sinar matahari terasa lembut. Hamparan ladang sayur menghijau, memanjakan mata. Berseling dengan tanaman jeruk yang menguning. Ungkapan ”Tanah Karo Simalem”, Karo yang nyaman dan menyenangkan, terasa pas betul.
Suasana itu tak lepas dari kehadiran gunung-gunung yang mengelilingi Karo, utamanya dua gunung api aktif, Sibayak dan Sinabung. Diberkahi tanah subur hasil pelapukan material vulkanik selama ribuan tahun, limpahan air dari lereng pegunungan, dan udara yang sejuk menjadikan Karo sebagai pusat sayuran terbesar di Sumatera Utara.
Kabupaten Karo terletak sekitar 77 kilometer arah selatan Medan. Berada di ketinggian 800-1.400 mdpl, suhu udara di sana terasa sejuk, rata-rata 17-20 derajat celsius. Sayuran dan buah-buahan menjadi denyut nadi masyarakat setempat. Sebanyak 72,3 persen dari 370.619 penduduk Kabupaten Karo hidup sebagai petani.
Sri Alem Sembiring, Antropolog dari Universitas Sumatera Utara, mengungkapkan, kepiawaian masyarakat Karo dalam bertani diwariskan turun-temurun. Mereka mengembangkan
pola bertani yang mencampur berbagai jenis tanaman dalam satu lahan. ”Tanpa sadar mereka memerhatikan keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Pada tahun 1950-an, petani Karo sempat mengalami masa keemasan dengan mengekspor sayuran ke Singapura dan Malaysia.
Ruang spiritual
Ketergantungan ekonomi terhadap lingkungan membuat gunung-gunung mendapat tempat tinggi dalam alam pikir warga. Gunung juga menjadi ruang spiritual bagi masyarakat Karo.
Di Gunung Sibayak, ruang-ruang spiritual itu tampak jelas. Suatu siang di pertengahan Juli 2001, di kolam pemandian air panas Lau Debuk-Debuk, Sabar Kita Karo dan Baginta Simanjorang menggelar tikar dan menyusun sesaji dengan arah hadap ke Gunung Sibayak.
Sabar berkeramas di salah satu kolam air panas, kemudian membungkus kepalanya dengan kain putih. Di atas tikar mereka menggelar sesaji berupa rokok yang dijepitkan ke ranting, kelapa, pisang, dan sirih. Bagi Sabar, Sibayak merupakan rumah leluhur. Sebulan sekali dia melakukan ritual di sana.
Air panas Lau Debuk-Debuk di ketinggian 1.500 mdpl itu merupakan salah satu titik keramat di kawasan Sibayak. Mata air panas muncul melalui retakan aliran lava di daerah selatan Sibayak. Selain di kolam Lau Debuk-Debuk, air panas itu ditampung dan dikelola warga sebagai tempat pemandian air panas.
Selain Lau Debuk-Debuk, Sabar mengatakan, ada beberapa lokasi di Sibayak yang dianggapnya sakral, seperti batu marlunglung dan batu takal (kepala) kuda di Puncak Sibayak.
Sri Alem Sembiring bersama sejumlah mahasiswa pernah mengidentifikasi titik-titik yang dikeramatkan di Sibayak. ”Titik-titik itu berupa sumber air panas, tebing, dan batu yang juga merupakan titik rawan bagi keselamatan orang kampung,” ujarnya.
Titik-titik itu menjadi tempat khusus yang dirawat, dijaga, dan tidak boleh diganggu oleh warga yang masih meyakininya. Jika tempat itu terganggu, mereka meyakini akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap kampung mereka. Selain itu, titik-titik ritual ini menjadi sumber penting pengetahuan lokal.
Keberadaan air panas sebetulnya menjadi pertanda aktifnya Gunung Sibayak (2.094 mdpl). Sibayak termasuk gunung api tipe B lantaran tidak terdapat kegiatan magmatik sejak tahun 1600. Tanda aktifnya gunung itu lebih jelas lagi dengan adanya hamparan ladang solfatara berupa ”noda” kekuningan belerang dengan uap panas yang menyembur dari dalam bumi.
Titik spiritual lain ada di takal kuda, seperti disebutkan oleh Sabar. Konon, lantaran bentuknya mirip dengan kepala kuda jika dari jauh, batuan ini disebut takal kuda.
Selain bebatuannya yang disakralkan, proses pendakian ke Sibayak juga memiliki makna sendiri. Sebagian masyarakat Karo masih percaya, siapa yang ingin kaya, sebaiknya mendaki Sibayak. Dalam bahasa Karo, sibayak bisa diartikan ”orang kaya”.
Legenda yang menyelimuti gunung ini memang terkait hasrat manusia akan pengejaran materi walaupun tak jarang kemudian berbuah petaka yang disesali selamanya. Kisahnya tentang Kandibata, tabib sakti yang mengabaikan putrinya yang sakit demi mengejar bayaran dari menyembuhkan warga di negeri lain.
Dari Puncak Sibayak pagi itu, ”Tanah Karo Simalem” terlihat menghampar luas, hijau, dan menyimpan kekayaan.

Geowisata Toba yang Diabaikan

Danau Toba terlihat dari Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (25/7/2011). Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia. Danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, dengan panjang danau 87 kilometer dan lebar 27 kilometer, terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa (supervolcano) yang terjadi sekitar 74 ribu tahun lalu. 

Toba, danau tropis nan elok di jalur khatulistiwa, dengan udara hangat dan angin semilir. Panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, menobatkan danau ini sebagai danau vulkanik terluas di dunia.
Ditambah fakta, danau ini adalah kaldera supervolcano yang letusannya terdahsyat di dunia, semestinya cukup menjadikan Danau Toba sebagai daerah tujuan wisata utama.
Daya tarik wisata itu meliputi tiga unsur, yakni keunikan penampilan, latar belakang sejarah, dan fungsi bagi kehidupan. Toba memiliki ketiga-tiganya. Apanya yang kurang dengan gelar yang disandang Toba? Salah satu kekurangannya adalah akses informasi yang terbatas.
Sejauh ini, banyak wisatawan ”tersesat” dan tak tahu bagaimana mengagumi bekas Gunung Toba yang letusannya pernah mengakibatkan dunia memasuki periode enam tahun kegelapan total dan 1.000 tahun musim dingin vulkanik. Di lokasi wisata sekitar Danau Toba, tak ada pamflet atau poster yang bisa memperkaya bagaimana cara menikmati sejarah dan keunikan geologi Danau Toba.
Rajit (22), karyawan swasta dari Jakarta, melancong ke Tomok di Pulau Samosir, hanya bisa melihat kekayaan budaya dan keindahan lanskap.
Andrea Gurau, turis asal Austria, datang dengan alasan serupa. Awalnya dia tak mengetahui kalau Toba merupakan kaldera. Begitu mencari informasi di internet, barulah informasi itu didapat, dahsyat betul. Setelah tahu kebesaran nama Toba, Andrea mengajak pasangannya, Dejaw Petrovic, untuk bertekad mengunjungi Toba. ”Akan tetapi, sayang sekali, di sini sulit mengetahui jejak-jejak letusan. Jika ada informasi seperti itu di lokasi, akan sangat membantu,” ujarya.
Dia menekankan, informasi kebumian di sekitar Toba, apalagi jika ada Museum Letusan Toba, akan memberi makna lebih bagi wisatawan.
Warga lokal pun sedikit yang tahu bahwa Toba adalah kaldera gunung api dan Pulau Samosir merupakan dasar danau yang mengalami pengangkatan. Mereka juga tak tahu jika bukti- bukti geologi bisa ditemukan di sekitar Toba.
Padahal, bukti-bukti geologi dengan mudah bisa dilihat di tepi jalan, yaitu berupa lapisan abu vulkanik, fosil ganggang atau diatomae, misalnya. ”Kami belum pernah mendengar hal itu,” kata Jabalos Simbolon (24), Ketua Karang Taruna Kabupaten Samosir.
Menurut warga Samosir lainnya, Ifi D Sitanggang (25), lebih banyak warga yang memahami Pulau Samosir ataupun Danau Toba dari logika mitos. Hanya sebagian generasi mudanya yang mendapatkan pemahaman ilmiah tentang Toba dan Samosir dari bangku sekolah.
Polesan geowisata
Toba adalah aset wisata bertaraf internasional yang terabaikan dari hal-hal kecil. Di dunia ini, lokasi-lokasi wisata bernilai geologi penting, berlomba-lomba mengelola kawasan wisata dengan serius. Salah satunya mengikuti konsep geopark atau taman bumi yang dikembangkan Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco).
Kawasan yang mendapat predikat taman bumi Unesco melambung namanya di tingkat internasional dan menjadi rujukan wisatawan dunia. Hingga kini, setidaknya ada 77 taman bumi dari 24 negara. Dari jumlah itu, tak satu pun berasal dari Indonesia. Negara tetangga kita sudah memulainya, yakni Malaysia dengan Langkawi dan Vietnam dengan Dong Van Karst Plateau-nya.
Dengan potensi Toba yang begitu memesona sekaligus megah, tentu tak ada yang bisa menyangkal jika Danau Toba layak menjadi taman bumi. Sayangnya, untuk menjadi taman bumi, terasa sulit karena hingga kini Toba masih bergulat dengan hal-hal sepele, seperti tiadanya informasi berkualitas, kawasan yang tak tertata, dan minimnya akomodasi.
Karena kendala itu, geolog dari Museum Geologi, Indyo Pratomo, mengatakan, kita tak harus memakai konsep taman bumi dari Unesco jika memang belum mampu. Untuk Toba, pendekatan prinsip-prinsip geowisata bisa langsung dipakai daripada pendekatan taman bumi yang justru riskan bagi manajemen yang korup.
”Geopark memang memproteksi sebuah kawasan dari berbagai sisi, mulai dari geologi, biologi, keanekaragaman hayati, hingga budayanya. Namun, hati-hati, status geopark hanya diberikan selama tiga tahun. Setelah itu akan dinilai lagi, betul tidak wisata tersebut juga menyejahterakan masyarakat,” kata Indyo.
Jika ternyata manajemen kesejahteraan masyarakat lokal tak dilaksanakan, status geopark dicabut. ”Itu artinya kita mempromosikan kegagalan Indonesia ke dunia luar,” kata Indyo.
Prinsip geowisata lebih sederhana, yaitu memperkaya atau menambahkan informasi geologi untuk obyek wisata, baik untuk daerah tujuan wisata maupun untuk pengembangan wisata. Dampaknya, pengunjung bisa mendapatkan informasi baru sambil berekreasi. Secara teknis, hal itu bisa dilakukan dengan membuat leaflet, brosur, poster, atau buku wisata yang juga mengurai tentang khazanah geologi Toba.

"Supervolcano", Ancaman dari Dalam Bumi

 Danau Toba terlihat dari Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Senin (25/7/2011). Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia. Danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, dengan panjang danau 87 kilometer dan lebar 27 kilometer, terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa (supervolcano) yang terjadi sekitar 75 ribu tahun lalu.

Istilah supervolcano awalnya dipopulerkan oleh kantor berita Inggris, BBC, dalam siarannya, Horizon tahun 2000. Sebelum itu, ahli vulkanologi dan geologi belum menggunakan istilah ini. Saat ini istilah supervolcano populer digunakan untuk menyebutkan gunung api yang dapat memuntahkan sedikitnya 300 kilometer kubik magma dalam letusannya.

Kekuatan letusan supervolcano, kebanyakan berada pada tingkat 8 dalam Volcanic Explosivity Index (VEI). Selain istilah supervolcano, yang sering digunakan untuk menyebut letusan dahsyat gunung berapi jenis ini adalah supereruption atau megakaldera.

Catatan geologis menunjukkan, setidaknya setiap 100.000 tahun terjadi letusan supervolcano. Tak ada lagi kesangsian bahwa bumi akan mengalami lagi ledakan supervolcano. Pertanyaannya bukan mungkinkah terjadi letusan supervolcano, melainkan kapan akan meletus.

Letusan supervolcano yang terbaru terjadi di North Island, Selandia Baru, pada 26.500 tahun lalu. Letusan ini membentuk Danau Taupo. Letusan supervolcano Toba di Sumatera Utara yang terjadi pada 73.000 tahun lalu (Youngest Toba Tuff/YTT) merupakan yang terkuat dalam periode dua juta tahun terakhir. Letusan ini mengeluarkan 2.800 km kubik magma dan tergolong letusan supervolcano kelas menengah.

Geological Society of London pada 2005 melaporkan, beberapa letusan supervolcano berdampak lebih buruk lima sampai 10 kali lipat dibandingkan terjangan asteroid. Beberapa letusan supervolcano yang lebih tua berdampak sangat besar terhadap bumi. Misalnya, ledakan Siberian Traps di Siberia pada 250 juta tahun lalu yang diduga memunahkan 90 persen spesies di lautan. Ledakan Deccan Traps di India yang berbarengan dengan tumbukan meteorit diduga telah menghabisi era dinosaurus.

Beberapa letusan supervolcano lain pernah terjadi di Island Park Caldera, Idaho, Amerika Serikat, sekitar 2,1 juta tahun lalu yang memuntahkan 2.500 kubik magma. Letusan supervolcano juga teridentifikasi terjadi di Cerro Galan, Argentina, pada 2,5 juta tahun lalu, serta di Atana Ignimbrite, Cile, sekitar 4 juta tahun lalu.

Yellowstone di Amerika Serikat merupakan salah satu supervolcano yang saat ini dikhawatirkan akan meletus lagi. Catatan geologi menyebutkan, periode letusan Yellowstone adalah 600.000 tahun sekali. Saat ini sudah 620.000 tahun sejak letusan terakhir terjadi. Jika Yellowstone kembali meletus sebagaimana letusannya terakhir, separuh AS akan tertutup abu hingga satu meter.

Toba Bukan Lagi Milik Indonesia

 Kawasan lembah yang merupakan daerah sesar Sumatera di Kecamatan Siatasbarita, Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Minggu (24/7/2011). Pada masa purba, lembah diperkirakan merupakan timbunan longsoran akibat pergerakan sesar.

Adalah Van Bemmelen, geolog Belanda, yang mungkin bisa ditunjuk sebagai bapaknya teori Toba sebagai kaldera gunung api. Tahun 1939 ia ditugaskan Pemerintah Belanda untuk meneliti Danau Toba dan akhirnya menemukan bukti bahwa danau indah itu merupakan kaldera gunung raksasa.

Temuan itu sempat menimbulkan kontroversi. Namun, di beberapa negara, seperti Malaysia dan India, kemudian ditemukan abu vulkanik yang diidentifikasi berasal dari letusan Toba. Teori Bemmelen lambat tapi pasti mulai diterima masyarakat hingga kini.

Van Bemmelen adalah pencetus teori bahwa kaldera Toba berasal dari satu letusan dahsyat. Teori ini didukung oleh Aldiss dan Ghazali. Namun, melalui penanggalan dengan metode radiometri, para peneliti setelahnya berhasil mengungkap bahwa letusan Toba berasal dari empat letusan besar. Beberapa peneliti itu, di antaranya, Vestappen (1961), Yokoyama dan Hehanusa (1981), Nishimura (1984), Knight (1986), dan Chesner dan Rose (1991).

Craig A Chesner, profesor geologi dari Eastern Illinois University, masih aktif meneliti Toba hingga saat ini. Thesis Chesner tentang Toba semakin memperjelas posisi Toba sebagai supervolcano yang letusannya berdampak global.

Chesner-lah orang yang memberi jalan bagi lahirnya embrio teori Toba Catastrophe ketika ia mengirimkan sampel abu vulkanik Toba ke peneliti John Westgate (University of Toronto) tahun 1994. Westgate saat itu sedang berusaha mencari tahu asal abu vulkanik yang berusia 74.000 tahun lalu yang tersebar di berbagai belahan bumi.

Kiriman abu vulkanik Toba dari Chesner menjadi akhir dari pencarian Westgate. Tahun 1998, Stanley H Ambrose dari University of Illinois at Urbana-Champaign membangun teori baru Toba Catastrophe yang menawarkan analisis bahwa letusan dahsyat Toba telah membuat dunia mengalami penurunan suhu drastis dan membuat populasi manusia hampir punah.

Michael L Rampino (New York University), Stephen Self (University of Hawaii at Manoa), kemudian Greg Zielinski (University of Massachusetts) merupakan peneliti berpengaruh yang secara mendalam mempelajari material abu vulkanik Toba. Merekalah yang menyediakan data bagi lahirnya teori Toba Catastrophe yang diyakini membuat kemacetan populasi manusia.

Teori Toba Catastrophe semakin dipertajam oleh peneliti genetika asal Inggris yang ahli sintesis DNA, Stephen Oppenheimer. Terkait Toba, Oppenheimer yang didukung Bradshaw Foundation telah merilis migrasi manusia dengan judul Journey of Mankind. Tulisan yang disertai simulasi migrasi manusia itu memberi posisi penting letusan Toba yang dianggap melahirkan perubahan drastis genetika pada ras-ras Homo sapiens.

Meski demikian, Toba dan teori migrasi itu hanya berkumandang di debat-debat internasional di luar Indonesia. Hingga kini, Indonesia masih sepi dari minat terhadap Toba. (Ahmad Arif, Indira Permanasari, Amir Sodikin, M Hilmi Faiq)

Lapisan Kehidupan di Liang Bua


Liang Bua, goa besar di Kecamatan Ruteng, Manggarai, Flores, ibarat buku yang mengisahkan tentang pelapisan kebudayaan di masa lalu yang dihancurkan oleh letusan gunung api. Lantai goa ini terdiri dari lapisan tufa atau endapan material vulkanik lembut yang terkonsolidasi. Tufa tersebut berasal dari hasil letusan gunung api, entah dari mana asalnya. Hingga kini, belum ada penelitian yang fokus mengungkap asal tufa tersebut.

Thomas Sutikna dari Puslit Arkenas yakin bahwa Liang Bua bekali-kali tertimbun letusan gunung api. Lapisan paling tebal kebetulan menjadi pembatas antara temuan dunia modern dan dunia purba. Dunia modern di Liang Bua dibatasi usia hingga 10.000 tahun lalu. Sementara dunia purba yang mengindikasikan kehadiran manusia berusia paling tua hingga 95.000 tahun lalu.

Dengan adanya lapisan tufa tebal ini, Thomas menduga manusia purba tak mungkin bertemu dalam satu masa dengan manusia modern. Tebal lapisan tufa 1-2 meter. Di atas tufa itu masih ada lapisan atas yang tebalnya hingga ke permukaan tanah 4-6 meter.

Di lapisan atas, usianya paling tua dibatasi hingga 10.000 tahun. Di lapisan atas ini, ketika digali pertama kali, ditemukan pecahan tembikar dan kapak corong yang terbuat dari perunggu. Lapisan teratas ini diduga berumur 450 tahun yang sudah masuk masa sejarah, tetapi budayanya masih dianggap prasejarah.

Di bawah tembikar yang berusia sekitar 4.000 tahun ditemukan kerangka manusia lengkap dengan bekal kuburnya berupa beliung, periuk, kendi, dan taring babi. Di lapisan ini, tahun 1965, ditemukan enam kerangka manusia oleh Verhoeven. Setelah itu, tahun 1978 juga ditemukan enam kerangka oleh tim Arkenas. Menurut Jatmiko dari Arkenas, dalam penggalian tahun 1998 kembali ditemukan dua kerangka manusia dengan alat kuburnya.

Di bawah kerangka, masih di lapisan atas dalam rentang maksimal 10.000 tahun, kemudian ditemukan banyak tulang babi, rusa, kerbau atau sapi, dan monyet. ”Mereka termasuk fauna modern,” kata Thomas.

Dalam stratigrafi situs Liang Bua yang dibuat tim Arkenas, jelas terlihat bahwa tufa tersebut seperti menutup sebuah zaman yang dihuni oleh manusia purba. Tepat di bawah tufa tebal tersebut, tepatnya enam meter dari permukaan tanah, pada tahun 2003, tim peneliti berhasil menemukan rangka Homo floresiensis.

Homo floresiensis ini diperkirakan tinggal dalam rentang usia 18.000 tahun hingga maksimal 95.000 tahun silam. Di bawah kerangka Homo floresiensis ini kemudian ditemukan banyak tulang gajah purba kerdil yang terkonsentrasi bersama artefak batu. ”Diduga, alat batu tersebut digunakan manusia purba untuk menguliti stegodon,” kata Jatmiko. ”Stegodon yang ditemukan didominasi yang masih kecil atau remaja.”

Dari segi peralatan, kata Jatmiko, manusia purba telah memanfaatkan sumber daya lokal berupa batu untuk berburu dan meramu makanan. Mereka memilih bahan batu itu bukan sembarangan. Mereka sangat cerdik dan hanya memilih batuan yang berkualitas tinggi. ”Contohnya mereka hanya pilih batuan chert dan kalsedon, bukan batuan andesit yang gampang rapuh,” katanya.

Chert jika dipangkas akan memiliki sisi tajam yang seperti silet. Ini fungsinya untuk menguliti binatang seperti stegodon. ”Batuan tajam ini bisa berfungsi sebagai pisau untuk meraut kayu dan bambu,” tutur Jatmiko.

Di lapisan yang usianya diperkirakan 18.000 hingga 38.000 tahun, ditemukan fosil komodo dan kura-kura raksasa.

Manusia Modern adalah Ancaman Terbesar Neanderthals


Para ilmuwan awalnya memperkirakan bahwa manusia Neanderthals (Homo neanderthalensis) punah akibat iklim dingin ekstrem dan erupsi vulkanik besar. Namun, studi terbaru mengungkapkan bahwa manusia modern (Homo sapiens) adalah penyebab utama kepunahan spesies itu.

Studi tersebut dilakukan oleh Professor John Lowe dari Royal Holloway, University of London. Hasil studi dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences yang terbit baru-baru ini. Lowe meneliti sisa-sisa abu hasil erupsi Campanian Ignimbrite pada 40.000 tahun yang lalu di Yunani, Laut Agaean, Libya, dan gua di Eropa Tengah. Letusan gunung itu diduga mengirim abu ke atmosfer dan menyebabkan sinar matahari terblokir dan iklim dingin setelahnya.

"Hasil riset kami mengungkapkan bahwa efek kombinasi erupsi vulkanik dan pendinginan gagal menyebabkan dampak jangka panjang bagi Neanderthals atau manusia modern awal di Eropa," kata Lowe dalam publikasinya.

"Kami menyimpulkan bahwa manusia modern lebih mengancam populasi Neanderthals dibandingkan dengan bencana alam," ujar Lowe seperti dikutip AFP, Selasa (24/7/2012).

Menurut ilmuwan, Neanderthals tidak bisa menandingi manusia modern dalam mencari sumber makanan sebab Homo sapiens memiliki peralatan, senjata, serta kemampuan komunikasi lebih baik.

Fosil Ungkap Rahasia Adaptasi Perubahan Iklim


Palaentolog menemukan beragam fosil makhluk hidup di sebuah gua wilayah utara Australia. Fosil yang ditemukan beragam, seperti hewan pengerat yang berukuran kecil hingga kanguru raksasa. Spesimen fosil tertua yang ditemukan berumur 500.000 tahun.

Gilbert Price, palaentolog dari University of Queensland mengungkapkan, wilayah gua tempat ditemukannya fosil itu sebelumnya merupakan hutan hujan namun kini berubah menjadi daerah padang rumput kering.

Dengan perubahan habitat yang diketahui, ilmuwan menduga bahwa fosil-fn samplingosil yang ditemukan bisa mengungkap rahasia bagaimana makhluk hidup survive beradaptasi di tengah perubahan iklim.

"Yang kami lakukan di sini adalah melihat dengan cermat fosil yang ada dan melihat hewannya serta bagaimana mereka merespons perubahan iklim masa lalu. Itu sangat relevan saat ini," kata Price.

Selama ini, ilmuwan bertanya-tanya bagaimana dampak perubahan iklim pada makhluk hidup. Tapi dampak yang sebenarnya sulit diramalkan sebab tidak ada studi dengan sampling yang cukup pada fauna saat ini.

"Memiliki pemahaman tentang bagaimana makhluk hidup merespon perubahan iklim pada masa lalu sangat luar biasa. Ini sesuatu yang bisa kita gunakan pada model untuk konservasi di masa yang akan datang," jelas Price seperti dikutip AFP, Rabu (25/7/2012).

Menurut peneliti, hewan-hewan kecil yang telah menjadi fosil bisa masuk ke dalam gua karena dibawa predator. Sementara, kanguru raksasa ukuran 2,2 meter dan berat 180 kg masuk lewat mulut gua dengan berguling.

Menurut Price, paling tidak butuh waktu satu tahun untuk mengangkat seluruh fosil yang ada. Sementara, untuk mempelajari seluruhnya, kemungkinan akan memakan waktu seumur hidup manusia.

Makam Pangeran Suku Maya Ditemukan


Arkeolog menemukan tulang belulang berumur 1300 tahun yang diduga merupakan pangeran suku Maya yang dimakamkan di kompleks kerajaan di kota tua Uxul, Meksiko, dekat dengan perbatasan Guatemala.
Tulang belulang dari pangeran tersebut ditemukan di dalam makamnya dalam posisi tidur dengan tangan terlipat di atas perut. Makam pangeran itu terletak 1,5 meter di bawah lantai kompleks kerajaan.
Ketika arkeolog mengarahkan kamera ke dalam makam, mereka menemukan keramik di bawah kaki dari tulang pangeran tersebut. Total, ada 9 keramik yang ditemukan, termasuk keramik dengan motif garis hitam khas Maya yang menutupi tengkorak. Di situs Maya, penemuan ini tergolong umum.
Keramik yang ditemukan memberi petunjuk individu yang dikubur. Terdapat tulisan "Ini adalah gelas minum dari seorang pria/pangeran muda".
Meski kemungkinan individu tersebut adalah seorang pangeran, ia tampaknya tidak akan memegang takhta pada masa itu. Alasan yang menguatkan, penanda status seperti batu giok tidak ditemukan.
Salah satu keramik memberi petunjuk waktu, yakni tahun 711 Masehi.
"Mungkin gelas minum itu didedikasikan pada saat itu, dan jika kita berasumsi bahwa gelas itu milik seseorang yang mati pada umur 20 atau 25, kurang lebih bisa menentukan tanggalnya," kata Kai Delvendahl, direktur proyek penelitian University of Bonn seperti dikutip Livescience, Senin (30/7/2012).
Penemuan makam ini bukan pertama kalinya di Uxul. Beberapa makam lain telah ditemukan.
Uxul adalah kota tua yang kini terletak di dalam hutan serta hanya bisa diakses selama 2 atau 3 bulan dalam setahun selama musim kering. Peneliti menemukan bukti bahwa Uxul dikuasasi oleh Dinasti Calakmul.
Penanda waktu pada gelas minum menunjukkan bahwa pria yang ditemukan dalam kubu itu meninggal 90 tahun setelah Dinasti Calakmul kehilangan kekuasannya di Uxul.

Sirkus Lumba-Lumba Tidak Mendidik


Sirkus keliling lumba-lumba yang digelar PT Wersut Seguni Indonesia sama sekali tidak mendidik generasi muda. Sirkus tersebut dinilai lebih menonjolkan aspek hiburan daripada pendidikan masyarakat, terlebih lagi konservasi lumba-lumba.
"Sirkus lumba-lumba hanya sebatas infotainmnet, bukan pendidikan yang positif bagi masyarakat. Kekejaman lumba-lumba di sirkus tersebut tidak hanya pada proses pertunjukan, namun juga dalam proses penanganan lumba-lumba di luar jam pertunjukan. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan," kata Ketua Jakarta Animal and Network (JAAN) Pramudya Harzani dalam konferensi pers "Stop Sirkus Lumba-Lumba Keliling di Lamongan, Surakarta, dan Garut", Kamis (16/8/2012) di Jakarta.
Pramudya mengatakan, lumba-lumba di sirkus tersebut didapatkan dari hasil tangkapan nelayan di sekitar laut Jawa yang dihargai hanya Rp 2-3 juta per ekor. Praktik industri hiburan berupa sirkus yang memanfaatkan binatang tersebut telah dihentikan di seluruh dunia, kecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri, sirkus itu dapat dihentikan dengan menekan pemerintah maupun perusahaan yang mensponsori sirkus tersebut.
Sirkus tersebut, kata Pramudya, harus segera dihentikan karena pasar dari mereka adalah anak-anak. Hal tersebut tidak bagus untuk pendidikan anak usia sekolah lantaran dapat mengakibatkan anak-anak menjadi terbiasa menyiksa dan semena-mena dengan binatang yang seharusnya harus dilindungi.
"Bayangkan, sirkus itu hanya punya dua lumba-lumba. Per hari ada 5 pertunjukan, kecuali Sabtu-Minggu ada 7 kali pertunjukan. Lumba-lumba tersebut sengaja dibiarkan tersiksa. Tidak heran di antara lumba-lumba itu ada yang mati dan semua ini menurut pengelola sirkus sudah sesuai dengan pendidikan dan pelestarian? Pembohongan publik ini namanya," ujarnya.
Coki, personel grup musik Netral, menyatakan hal serupa. Menurutnya, lumba-lumba tersebut dibiarkan kurus. Hal tersebut diakuinya tidak baik untuk pendidikan anak-anak sekolah yang menyaksikan sirkus. Ia berpendapat bahwa masyarakat harus menyadari bahwa penyiksaan binatang tidak dapat menjadi budaya Indonesia.
Melalui petisi online yang disampaikannya di situs web Change.org, Coki mendesak Lottemart dan Ramayana sebagai sponsor sirkus tersebut untuk mengikuti jejak sponsor lain yang akhirnya hengkang dalam mendukung keberadaan sirkus lumba-lumba. Sponsor yang menarik dukungan sirkus akibat petisi Coki itu di antaranya adalah Garuda, Hero, Giant, Coca-Cola, dan Carrefour. Garuda bahkan telah berkomitmen untuk berhenti mengangkut lumba-lumba dengan pesawatnya. Adapun usaha retail seperti Hero, Giant, dan Carrefour kompak menyetop menyediakan tempat parkirnya untuk sirkus lumba-lumba ini.
"Lottemart dan Ramayana tetap bersikeras mendukung sirkus lumba-lumba yang ujungnya hanya menyiksa mamalia ini. Dukungan petisi Coki sudah mencapai 80.000 dukungan yang intinya mendesak sirkus tersebut untuk dihentikan. Dari 80.000 petisi, setiap petisinya berupa satu email yang dikirimkan ke sponsor. Sampai sekarang sudah ada beberapa perusahaan yang mencabut sponsornya," kata Coki.
Jika pembaca mendukung langkah Coki dan pemerhati binatang untuk menyelamatkan lumba-lumba dari penyiksaan pihak sirkus, maka pembaca dapat mengklik petisi Coki di http://www.change.org/id/petisi/tell-lottemart-and-ramayana-to-stop-supporting-travelling-dolphin-circuses.

Eko "Patrio" Akan Hidupkan Kembali Lupus


Kabar gembira bagi Anda pecinta novel maupun serial Lupus. Pasalnya, tokoh fiksi rekaan Hilman Wijaya ini akan segera diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi eKomando Production.

"Nanti mau produksi film Lupus, kita re-cycle. Kita mudain lagi," ujar Eko, pemilik eKomando Production, saat ditemui di kawasan dr Saharjo, Jakarta, Kamis (16/8/2012).

Film Lupus diangkat kembali ke layar lebar bukan tanpa alasan. Menurut Eko, tokoh Lupus merupakan anak muda yang konyol tetapi inspiratif. Setiap seri Lupus selalu mengangkat unsur persahabatan. Tak ada nuansa politis atau hal lainnya.

"Di Lupus ada persahabatan yang abadi, bahu-membahu. Tidak pernah berkaitan dengan masalah politik dan sebagainya. Di sini pure banget yang diangkat pertemanan," tambah Eko.

Saat ini skenario sudah rampung dibuat oleh penulisnya, Hilman Hariwijaya. Meski demikian, tokoh Lupus hingga saat ini belum ditentukan. Rencananya, Lupus mulai tayang di bioskop pada Februari 2013, bertepatan dengan Hari Valentine.

Kluster Galaksi Paling "Subur" di Semesta

Ilustrasi galaksi di tengah kluster Phoenix yang mampu memprodukai 740 bintang dalam setahun.

Galaksi SPT-CLJ2344-4243, atau disebut Phoenix berdasarkan rasi bintang di mana kluster galaksi itu berada, dinyatakan sebagai kluster galaksi yang paling "subur" di alam raya. Bagaimana tidak, galaksi di tengah kluster itu mampu "melahirkan" 740 bintang dalam setahun!

Kesuburan kluster galaksi tersebut memecahkan rekor. Sebelumnya, kluster galaksi yang dinyatakan paling subur adalah Abell1835. Kluster galaksi itu mampu melahirkan 100 bintang dalam setahun.

"Jika Anda melihat kluster galaksi umumnya, bagian tengah kluster galaksi itu hanya membentuk bintang dengan kecepatan sekali dalam setahun. Ini jauh berbeda," ungkap Michael McDonald, peneliti dari Massachusetts Institute of Technology.

Phoenix berjarak 7 miliar tahun cahaya dari Bumi. Kluster galaksi ini memiliki ribuan galaksi yang bervariasi dalam ukurannya, mulai dari yang kerdil hingga masif. Kluster galaksi ini ditemukan pada tahun 2010 lewat pengamatan dengan South Pole Telescope.

Dengan kemampuan melahirkan bintangnya, kluster galaksi ini juga merupakan galaksi yang paling masif. Massanya 2.000 kali lebih besar dari Bimasakti atau 2,5 kuadriliun lebih masif dari Matahari.

Kluster galaksi yang menandingi hanyalah kluster El Gordo. Namun, karena massa El Gordo belum bisa dipastikan saat ini, lewat pengukuran lebih cermat maka bisa saja Phoenix yang lebih masif.

Phoenix menarik bukan hanya dari segi subur dan masifnya. Kluster ini juga istimewa sebab mampu memberikan bukti proses pembentukan bintang yang selama ini hanya dipahami dalam teori.

Gas dari supernova dan galaksi sekitarnya akan mengalir ke tengah kluster galaksi, mendingin, terkondensasi, dan membentuk bintang. Selama ini, astronom belum mendapatkan bukti kebenaran teori itu.

"Bagian tengah galaksi sering kali disebut 'merah dan mati'. Tapi bagian tengah galaksi ini seolah-olah hidup dan melahirkan banyak bintang baru," papar McDonalds seperti dikutip Space, Rabu (15/8/2012).

Phoenix juga merupakan galaksi paling terang dalam pengamatan sinar-X 35 persen lebih terang dari pemegang rekor sebelumnya. Ini menandakan bahwa pendinginan di tengah kluster itu juga paling cepat.

Menurut ilmuwan, pendinginan di sebuah kluster galaksi bisa terganggu oleh adanya lubang hitam. Lubang hitam supermasif yang ada di tengah kluster galaksi bisa mengemisikan energi yang memanaskan lagi inti kluster itu.

Di kluster galaksi Phoenix, diduga lubang hitam tidak mengemisikan banyak energi pada waktu di mana manusia sekarang melihatnya. Belum jelas mengapa bisa demikian. Yang pasti, lubang hitam yang "tak bekerja" inilah yang membuat Phoenix spesial.

PT Pindad Pamerkan Motor Listrik Pertama

Mobil listrik PT Pindad dengan motor listrik hasil pengembangannya.

PT Pindad memamerkan motor listrik buatannya dalam ajang RITech Expo pada Rabu (8/8/2012) di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jawa Barat. Dalam pameran, motor dipasang pada mobil listrik sehingga bisa diuji keandalannya.

Motor listrik yang dibuat adalah jenis Brushless DC Motor. Motor listrik ini memiliki daya 50 KW, jauh dari motor listrik umumnya yang hanya berdaya 15 KW. Dengan pembuatan motor ini, Indonesia merupakan negara pertama yang membuat motor listrik 50 KW.

Andri Setiyoso, Chief Engineer untuk Mesin Listrik di PT Pindad, mengungkapkan bahwa pengembangan motor listrik ini bertujuan membantu merealisasikan produksi mobil listrik yang ramah lingkungan. "Dengan memproduksi sendiri, harga motor bisa lebih murah daripada harus mengimpor. Harganya bisa Rp 15-Rp 20 juta lebih murah. Apalagi mendatangkan motor listrik dari luar itu lebih sulit, terutama kalau sudah produksi," ungkap Andri.

Sena Maulana, Product Development Kendaraan Tempur di PT Pindad, mengungkapkan bahwa semua mobil listrik yang dikembangkan di Indonesia masih menggunakan baterai dan motor berupa kit yang dibeli dari Amerika. "Dengan mengembangkan sendiri, Pindad ke depan orientasinya justru menjual kit motor listrik ini ke industri mobil yang kita miliki," papar Sena kepada Kompas.com saat ditemui hari ini di Bandung.

Sena pun menuturkan, pengembangan motor listrik juga bertujuan mengenalkan kepada masyarakat bahwa teknologi mobil listrik sebenarnya cukup mudah. Motor listrik tak membutuhkan banyak maintenance seperti motor konvensional.

Sementara itu, Andri menjelaskan, "Untuk kualitas, sebenarnya kan PT Pindad bukan pertama kali ini mengembangkan motor. Sebelumnya kita juga mengembangkan motor untuk KKRL dan hasilnya bisa bersaing dengan yang impor."

Menurut Andri, beberapa kendala untuk membuat motor listrik saat ini masih perlu dipecahkan, misalnya soal material. Ia berharap, ke depan, Indonesia bisa menghasilkan silicon steel, magnet, dan tembaga untuk mendukung pembuatan motor listrik ini.

Pemerintah Akan Mengembangkan Sepeda Motor Listrik

Sepeda motor elektronik dipamerkan di pusat kota Kopenhagen, Selasa (15/12). Konferensi PBB perubahan iklim sedang berlangsung di Kopenhagen yang bertujuan melindungi dunia dari bencana pemanasan global. AP Photo/Peter Dejong

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit mengatakan rencana pemerintah mengembangkan sepeda motor listrik malah akan menambah kemacetan di jalan raya. "Apalagi keberadaan motor konvensional saat ini sudah kompetitif," kata Danang ketika dihubungi, Selasa, 31 Juli 2012.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan sebelumnya menyatakan akan mengembangkan motor listrik. Rencana itu dilakukan setelah pemerintah juga berencana untuk mengembangkan mobil listrik.

Lebih jauh, Danang menilai, pengembangan sepeda motor yang kompetitif itu terlihat dari harga jual sepeda motor yang cukup terjangkau dan efisiensi bahan bakar yang cukup baik. Pengembangan sepeda motor listrik, menurut dia, bisa berjalan efektif asal bisa menggantikan sepeda motor konvensional.

Salah satu dampak positif dari sepeda motor listrik jika benar-benar dikembangkan, menurut dia, adalah efektivitasnya mengurangi polusi dan mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). “Jelas ini sangat baik," kata Danang.

Sementara itu, pabrikan sepeda motor juga masih menanggapi dingin rencana pemerintah tersebut. Juru bicara PT Astra Honda Motor, Ahmad Muhibbuddin, menyatakan belum ada rencana mengembangkan sepeda motor listrik. "Kami belum ada rencana yang mengarah ke sana," ujarnya.

Ahmad menyatakan, pengembangan sepeda motor listrik itu bisa saja dilakukan oleh pemerintah. Honda sendiri hingga kini belum melakukan riset kelayakan dari sepeda motor listrik tersebut.

Dia juga menyatakan tidak menutup kemungkinan Honda bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan sepeda motor listrik itu. "Kalau memang ada, mungkin saja, tapi kita kan belum menerima dan melihat tawarannya, dan kita juga belum ada riset juga," katanya.

Rabu, 15 Agustus 2012

Kiwil Digugat Cerai Karena Gila Seks dan Nafsu Tinggi


Meggy Wu mengungkapkan perilaku seksual komedian Kiwil yang menurutnya gila seks. Dalam pengakuannya, Kiwil dianggap hanya menginginkan tubuh Meggy tapi tak pernah mau membahagiakannya dan anak-anak.

"Mas Kiwil itu nggak punya moral, hanya punya nafsu. Dia tetap mau memiliki tubuh saya, tapi nggak mau membahagiakan saya dan anak-anak saya. Mas Kiwil itu gila seks," tuding Meggy dengan nada tinggi, Selasa (07/08/2012).

Istri kedua Kiwil ini mengaku dirinya sudah ditalak sang suami sejak enam bulan yang lalu. Namun anehnya, meski sudah mengucap talak, Kiwil masih saja meminta jatah layanan seks dari Meggy.

"Seks jadi prioritas, dia selalu minta dilayani seks padahal aku kan sudah bukan istrinya, jadi bukan keharusan," tutur perempuan bernama asli Meggy Wulandari ini.

Meggy pun mengaku kalau Kiwil akan sangat marah jika nafsu seks-nya yang liar itu tidak dituruti. Kiwil akan mengamuk jika Meggy tak mau memenuhi hasrat seksualnya. Tapi jika Meggy bisa memuaskan nafsu seksualnya, barulah Kiwil akan melunak dan berubah 180 derajat jadi baik.

"Kalau keinginan Mas Kiwil tak dipenuhi, dia langsung marah. Dia bisa langsung marah, ngamuk. Dia tarik janji ke anak-anak. Kalau saya mau memuaskan dirinya, dia baru peduli sama anak-anak," ungkap perempuan yang juga berprofesi sebagai artis ini.

Karena tak tahan hidup dalam tekanan seperti itu, Meggy mengaku sebenarnya sudah lama ia ingin bercerai dari Kiwil. Namun, keinginan itu sempat terpendam karena ia berharap perilaku Kiwil bisa berubah.

"Tadinya mau rujuk, siapa tahu bisa balik. Soalnya aku malas membuka lembaran baru, tapi ternyata dia begitu kelakuannya, semakin parah," ujarnya dengan nada tinggi.

Meggy berencana akan menggugat cerai Kiwil di Pengadilan Agama Bekasi. "Pokoknya cerai ini sudah jalan terbaik. Aku nggak bakalan nangis. Sudah habis airmata saya dari sebelum-sebelumnya. Yang ada sekarang cuma sakit hati," pungkasnya.